Dunia beramai-ramai mewujudkan potensi hutan dan pertanian
untuk menyelamatkan lingkungan dan ekonomi perkotaan.Potensi ini sudah lama
disadari oleh masyarakat dunia. Dalam konferensi tripartit internasional untuk
mengatasi masalah kemiskinan dan masalah perkotaan di Nairobi, Kenya pada 2009,
hutan dan pertanian menjadi dua solusi penting guna meningkatkan kualitas
lingkungan sekaligus mengatasi dampak perubahan iklim.Hutan dan pertanian urban
juga bisa menjamin keamanan pangan dan membuka lapangan kerja ramah lingkungan
terutama bagi masyarakat miskin.
Dua sektor ini juga bisa menghijaukan kota, mencegah banjir,
longsor dan mengurangi
jejak energi (energy footprint).Dengan bertani atau
berkebun, penduduk kota juga bisa mendaur ulang air limbah organik dan
menggunakannya untuk menyiram tanamam, menanam bunga, buah dan mengairi hutan
kota.Dengan kata lain, hutan dan pertanian perkotaan bisa menjadi jaring
pengaman sosial terutama saat terjadi krisis ekonomi.Pemerintah kota bisa
mengubah lahan di kawasan banjir menjadi hutan atau lahan pertanian guna
mengurangi dampak pemanasan global dan perubahan iklim.
Kota-kota besar dunia, seperti Jakarta, hingga saat ini
masih kekurangan ruang terbuka hijau, yang banyak disalahgunakan untuk gedung
atau pemukiman.Masyarakat juga bisa memanfaatkan atap bangunan untuk lahan
pertanian, menggunakan beragam teknik salah satunya adalah pola tanam
hidroponik.Atap-atap bangunan bisa menjadi taman yang produktif, menjadi kebun
milik pribadi atau komunitas yang ditanami sayur atau buah-buahan guna membantu
mengurangi emisi dan mendinginkan ruangan.Guna memermudah integrasi hutan dan
sistem pertanian guna menyelamatkan lingkungan dan ekonomi di perkotaan,
diperlukan inspirasi, contoh-contoh sukses dari berbagai negara.
Di Amman, Yordania, hutan kota menjadi salah satu pilar
program pembangunan kota yang bersih yang didukung oleh Bank Dunia.Di Freetown,
Sierra Leone, semua rawa dan lahan di dataran rendah di perkotaan diubah
menjadi lahan pertanian urban.Kota Toronto, Kanada memiliki rencana adaptasi
perubahan iklim dengan program pembangunan taman dan kebun berbasis komunitas.Kota
Durban, di Afrika Selatan memromosikan program atap hijau produktif sebagai
sarana penadah air hujan (storm water). Program yang sama juga diterapkan di
Kota Brisbane, Australia.Pemerintah kota Makati City, di Filipina mendorong
masyarakatnya untuk menanam pohon buah di ruang terbuka.Upaya pemulihan kawasan
pinggiran kota yang sering dilanda banjir di Trinidad, Bolivia juga bisa
menjadi inspirasi positif bagi masyarakat dunia.
Wilayah pinggiran kota Trinidad sebelumnya adalah wilayah
kumuh yang dihuni oleh pendatang dan masyarakat miskin perkotaan. Penduduk kota
mengandalkan pasokan makanan dari kota Santa Cruz yang berjarak 500 km dari
kota Trinidad.Pasokan ini sering terganggu akibat kenaikan harga bahan bakar,
kondisi cuaca ekstrem, hingga kerusuhan sosial. Biaya transportasi yang
ditanggung penduduk perkotaan dan pedagang makanan mencapai 20% dari pengeluaran
mereka setiap bulan.Untuk itu, pemerintah kota bekerja sama FUNDEPCO dan OXFAM,
membangun 100 hektar lahan pertanian dengan cara meninggikan lahan di wilayah
pinggiran perkotaan (peri-urban).
Lahan pertanian ini juga berfungsi sebagai kanal penahan
banjir. Berbagai varietas pun ditanam, bebek dan ayam diternakkan di sepanjang
kanal. Keindahan dan lingkungan kanal yang tertata bersih dan rapih diharapkan
menjadi daya tarik bagi para wisatawan.Dalam jangka panjang pemerintah kota
akan membangun musium, pusat kerajinan dan menyediakan perahu untuk sarana
transportasi wisatawan yang ingin menelusuri dan menunjungi restoran di
sepanjang kanal.Dengan
berbagai inovasi ini, hutan dan pertanian kini semakin menjadi tren di
lingkungan perkotaan, yang mampu menyelamatkan lingkungan dan ekonomi warga
sumber : http://www.hijauku.com/

Tidak ada komentar:
Posting Komentar